Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"Jejak Histori KH Achmad Siddiq Jember Jawa Timur & Sejarah Dzikrul Ghofilin"

 

Jejak Histori KH Achmad Siddiq Jember Jawa Timur

"Jejak Histori KH Achmad Siddiq Jember Jawa Timur & Sejarah Dzikrul Ghofilin"

KH. Achmad Shiddiq lahir dengan nama kecilnya, Achmad Muhammad Hasan, di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 (tanggal 24 Januari 1926). Ia adalah putra bungsu Kyai Shiddiq dari lbu Nyai H. Achmad ditinggalkan ibunya pada usia 4 tahun, kemudian ayahnya pada usia 8 tahun. Karena itu, kakaknya, Kyai Mahfudz Shiddiq, bertugas mengasuh Achmad, sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Abdullah yang masih berumur 10 tahun. Ada yang menduga, bahwa bila Achmad terkesan banyak mewarisi sifat dan gaya berpikir kakaknya (Kyai Mahfudz Shiddiq).

Setelah waktu berlalu, Kyai Mahfudz mengirim Achmad untuk menimba ilmu di Tebuireng. Semasa di Tebuireng, Kyai Hasyim melihat potensi kecerdasan pada Achmad, sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh Kyai Hasyim. Achmad dan beberapa putra-putra kyai dikumpulkan dalam satu. kamar.

Karena kepribadiannya yang tenang, Achmad disegani oleh teman-temannya. Di pondok Tebuireng itu pula, Kyai Achmad berteman dengan Kyai Muchith Muzadi, yang kemudian hari menjadi mitra diskusinya dalam merumuskan konsep-konsep strategis, khususnya menyangkut ke-NU-an, seperti buku Khittah Nandliyah, Fikroh Nandliyah, dan sebagainya.

Kecerdasan dan kepiawaiannya berpidato, menjadikan Achmad sangat dekat hubungannya dengan Wahid Hasyim. Kyai Wahid telah membimbing Kyai Achmad dalam Madrasah Nidzomiyah. Ketika Wahid Hasyim memegang jabatan ketua MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, Achmad Shiddiq dipercaya sebagai sekretaris pribadinya.

Potret K. Achmad Shiddiq sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 1956–1959 dari partai Nahdlatoel Oelama daerah pemilihan Djawa Timoer.

Setelah menyelesaikan belajar di pondok Tebuireng, Kyai Achmad Shiddiq mulai aktif di GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia) Jember. Kariernya di GPII melejit sampai kepengurusan tingkat Jawa Timur, dan pada Pemilu 1955, Kyai Achmad terpilih sebagai anggota DPR Daerah sementara di Jember.

Perjuangan Kyai Achmad dalam mempertahankan kemerdekaan ’45 dimulai dengan jabatannya sebagai Badan Eksekutif Pemerintah Jember, bersama A Latif Pane (PNI), P. Siahaan. (PBI) dan Nazarudin Lathif (Masyumi). Pada saat itu, bupati dijabat oleh Soedarman, Patihnya R Soenarto dan Noto Hadinegoro sebagai sekretaris Bupati. Selain itu, Kyai Achmad juga berjuang di pasukan Mujahidin (PPPR) pada tahun 1947.

Pengabdiannya di pemerintahan dimulai sebagai kepala KUA (Kantor Urusan Agama) di Situbondo. Saat itu di departemen Agama dikuasai oleh tokoh-tokoh NU. Menteri Agama adalah KH. Wahid Hasyim (NU). Dan kariernya di pemerintahan melonjak cepat. Dalam waktu singkat, Kyai Achmad Shiddiq menjabat sebagai kepala, kantor Wilayah Departemen Agama di Jawa Timur.

Di NU sendiri, karier Kyai Achmad bermula di Jember. Tak berapa lama, Kyai Achmad sudah aktif di kepengurusan tingkat wilayah Jawa Timur, sehingga di NU saat itu ada 2 bani Shiddiq yaitu: Kyai Achmad dan Kyai Abdullah (kakaknya). Bahkan pada Konferensi NU wilayah berikutnya, pasangan kakak beradik tersebut dikesankan saling bersaaing dan selanjutnya Kyai Achmad Shiddiq muncul sebagai ketua wilayah NU Jawa Timur.

"Dapat Amanah Surban Nabi Khidir, KH Ahmad Shiddiq Menangis Tersedu"

Khittah NU ala Surban KH Ahmad Shiddiq

Nahdatul Ulama adalah organisasi yang didirikan oleh para wali Allah. Sehingga, tata kelola dan manajemen organisasi pun terkadang dan seharusnya tidak boleh jauh dari prinsip kewalian. Termasuk dalam menentukan kepemimpinan dalam organisasi.

Bila dulu KH Kholil Bangkalan memberi tongkat dan tasbih kepada KH Hasyim Asyari sebagai ‘isyarat langit’ persetujuan pendirian organisasi NU, maka dalam perjalanan organisasi, isyarat seperti demikian juga acap kali dan seharusnya tetap terjadi.

Adalah KH Ahmad Shiddiq yang mengalami dua ‘isyarat surban’ sehingga beliau terpilih menjadi Rais Am PBNU pada tahun 1984.

Pertama; Ketika diadakan musyawarah para kiai sepuh tentang penentuan Rais ‘Aam, tiba tiba saja KH Mahrus Ali Lirboyo memberikan surban ke pangkuan KH Ahmad Shiddiq seraya berkata “Surban ini dari Nabi Khidir, panjenengan harus bersedia menjadi Rais Aam PBNU”. Maka, KH Ahmad Shiddiq yang dari awal menolak dipilih, menangis tersedu mengingat betapa beratnya amanat yang dipasrahkan kepada beliau. (Cerita dari KH Firjaun, putera KH Ahmad Shiddiq kepada penulis).

Kedua; Ketika hendak diadakan Munas NU di Situbondo yang akan membahas Pancasila sebagai asas tunggal, KH Abdul Hamid Pasuruan memerintahkan santri beliau untuk memberikan surban kepada KH Ahmad Shiddiq di Jember. KH Abdul Hamid juga berkata “berikan surban ini ke KH Ahmad Shidiq karena beliau akan menghadapi perang badar”. Sang santri juga tidak memahami apa yang dimaksud ‘perang badar’. Dan di Munas tersebut semua kiai dan NU pada akhirnya setuju Pancasila sebagai asas tunggal. Dan juga setelah Munas di Situbondo itu beliau KH Ahmad Shiddiq diminta oleh para kiai menjadi Rais Aam PBNU. (Cerita santri tersebut yang bernama KH Iqbal Ridwan kepada penulis).

Dari dua cerita ‘isyarat surban’ di atas, bisa diambil dua hikmah.

Pertama; Dari fakta sejarah, NU ini hakikatnya adalah organisasi para Wali Allah. Maka, menjadi keniscayaan bila NU harus selalu menempatkan para Wali Allah menjadi penentu kebijakan NU. Bila hal ini hilang atau sengaja dihilangkan dari NU, maka NU tidak akan berbeda dengan organisasi organisasi lainnya. Dan pasti kejayaan, lebih lebih keberkahan akan hilang dan pergi dari NU. Inilah sejatinya Khittah NU yang harus terus dijaga. Pemimpin NU, sepatutnya haruslah mereka yang telah mendapat restu dari ‘langit’ sebagaimana NU ini didirikan dengan restu ‘langit’.

Kedua; Keikhlasan para wali pendiri NU dalam mendirikan NU, Insya Allah, membuat Allah sendirilah yang akan menjaga NU. Dari masa ke masa, NU selalu terjaga dari peristiwa atau hal yang membahayakan eksistensi NU. Hal ini semua mengajarkan pada kita bahwa bila kita ingin mendirikan, menulis atau membuat sesuatu, maka ikhlaskanlah karena Allah semata, maka Allah sendiri yang akan menjaga selamanya. Apalagi kalau restu ‘langit’ telah ada.

Sebagaimana ajaran Wali Allah Syaikh Ibn Athaillah Sakandari

ما كان لله دام واتصل وما كان لغير الله زال وانفصل

“Sesuatu yang karena Allah akan selalu abadi dan bersambung dan sesuatu yang bukan karena Allah akan hilang dan terputus”.

"MEMAHAMI SEJARAH DZIKRUL GHOFILIN"

Pada tanggal 25 Oktober 1986 dalam acara reuni keluarga KH.Ahmad Shiddiq bercerita tentang asal-usul Dzikrul Ghofilin.

Berikut ini kutipan-kutipan terpenting cerita beliau sebagaimana terekam dalam kaset:

Gus Miek pernah dawuh, " besok kalau Bapak Achmad Shiddiq meninggal, yang menjadi peninggalannya cuma satu yaitu Dzikrul Ghofilin", saya mendengar yang begitu itu hatiku sumendal, hatiku ya terharu, ya gembira, ya campur susah. Jadi saya merasa tidak ada yang dapat dijadikan tinggalan setelah Gus Miek dawuh begitu, saya terharu ya bercampur bersyukur, kalau memang itu dianggap warisan, sebab itu [Dzikrul Ghofilin] sebenarnya kepunyaan Kiai Hamid dan Gus Miek, saya cuma tukang menulis dan meracik atau mengumpulkan.

Memang sebenarnya untuk diketahui anak-anakku tidak perlu saya rahasiakan,bahwa sesungguhnya Aurod Dzikrul Ghofilin itu garapannya orang tiga(مُشْتَرَك) ini supaya kamu mengerti, yaitu Gus Miek dan Kiai Hamid, Saya sowan ke kyai Hamid pasuruan, setelah diberi ijazah Asmaul Husna lalu saya sowan kepada Gus Miek di rumah Pak Nur Maliyan comboran jember, disana sampai jam 03.00 pagi, nah di sana Gus Miek menambahi Alfatihah 100x dari gurunya yaitu Mbh kyai Dalhar Gunung pring, istighfar 100x, Sholawat nabi 300x, dan tahlil 100x, itu dari Gus Miek.

Tawassul Fatihah yg ditujukan berbagai macam auliya itu, ada yg dari Gus Miek, ada juga yg dari usulan saya kepada Gus Miek, tetapi semua itu kemudian dirangkai dan mendapat restu dari Gus Miek, setelah itu di lain hari saya sowan kepada Kiai Hamid untuk mencocokkan, malahan saya membaca di sampingnya dan saya masih ingat betul, saya baca semua dan begitu sampai pada tsumma ila hadhroti quthbul kabir sayidi Syaikh Abdissalam al-Masyisyi, Kiai Hamid menangis sampai saya yang membaca itu gemetar tapi saya teruskan saja saya minta dikoreksidan minta ijazah ini betul atau tidak.

Terus doa yang terakhir itu dari saya, Shalawatnya dari Gus Miek,selain itu dari usaha saya mengumpulkan dari berbagai sumber,itulah Dzikrul Ghofilin. Itu memang ada isyarah bahwa garapan3 orang, malah ada yang menjuluki tsulasi [Tritunggal] jadi biar kamu mengerti bahwa itu semua mulai proses perangkaian dan sebagainya itu terjadi pada bulan Sya’ban dan mulai diamalkan pada bulan Ramadhan sampai bulan atau tanggal 20 Ramadhan,itu pertama kali diamalkan di langgar [1972].

Tentang tulisan Katabahu azh-zhâlim linafsihi ahqaru al-basyarwa afqarahum ilâ ‘afwi al-ghaffâr al-Hâjj Ahmad Shiddiq almaulûd fi jambar Itu lafalnya, lafal dari Gus Miek, memang di suruh begitu ya saya mengikuti, sampai akhirnya dicetak. Jadi kalau ini disebut warisanku, yang sebenarnya cuma ngepek jeneng [mengambil nama] bukan warisanku sendiri, Dzikrul Ghofilin itu warisan Kiai Hamid, Gus Miek, dan aku sebagai perangkai.

SEJARAH ini yg akhir2 ini mulai di musnahkan dan di geser, Bahwa kyai hamid dan kyai ahmad sidiq sama sekali tidak berperan dan tidak di ajak ikut menyusun dzikrul ghofilin gus miek, yg mana sesepuh dua itu hanya dimintai restu oleh gus miek.

Video2 seperti itu banyak tersebar di youtube grup wa grup fb yg mulai meresahkan kami2 jamaah moloekatan, jamaah2 jaman itu(penderek lawas), jamaah2 yg dulu pernah sowan dan didawuhi sendiri oleh gus miek maupun kyai ahmad siddiq (termasuk bapak kakek sy), atau jamaah2 seperti saya yg sering sowan dan didawuhi gamblang oleh gus robert miek dan gus thuba putranya.

Bahwa gus miek memang melibat kan kyai hamid dan kyai ahmad siddiq dalam penyusunan dzikrul ghofilin yg tetap di komandani dan dipertanggung jawabkan oleh gus miek. Pembaruan dan penyempurnaan aurod lamanya (aurod lailiyah).

Seperti halnya cerita2 yg sudah tersebar dan dikuatkan banyak jamaah lawas(jamaah lama).

Nah, tokoh wali yg perannya memang hanya sbg orang yg dimintai restu oleh Gus miek yang benar yaitu 3 wali baris pertama yg ada difoto atas.

Mbah kyai Mubasyir Mundzir kediri, Kyai Dalhar gunung pring, dan Mbah Abd.Hamid kajoran.

Posting Komentar untuk ""Jejak Histori KH Achmad Siddiq Jember Jawa Timur & Sejarah Dzikrul Ghofilin""